Senin, 04 Juni 2012

TINJAUAN PUSTAKA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.  Tinjauan Teori
1.      Pengetahuan
a.    Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt bahaviour) (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan diperoleh dari informasi baik secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan sebagainya. Serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis (Soekanto, 2002).
b.   Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan sedangkan perilaku akan bersifat langgeng apabila didasari dengan pengetahuan dan kesadaran. Secara terinci perilaku manusia merupakan refleksi dari gejala kejiwaan yang salah satunya adalah pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan yaitu:
1)   Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yangtelah dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2)   Memahami (comprehention)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan (Notoatmodjo, 2003).
3)   Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prisnsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain (Notoatmodjo, 2003).
4)   Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu mengenali kesalahan-kesalahan logis, menunjukkan kontradiksi atau membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis, asumsi dan simpulan serta mampu menggambarkan hubungan antar ide (Notoatmodjo, 2007).
5)   Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru (Notoatmodjo, 2003).
6)   Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga, mampu menyatakan alasan untuk pertimbangan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

c.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007)  pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh:
1)   Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan seseorang melalui upaya pengajaran dan pelatihan baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Semakin tinggi pendidikan, maka semakin mudah seseorang menerima pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan teknologi baru. Pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Karena dapat membuat seseorang untuk lebih mudah mengambil keputusan dan bertindak.
2)   Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi memori atau daya ingat seseorang. Dengan bertambahnya usia seseorang, maka pengetahuan yang diperolehnya juga akan mengalami pertambahan, tetapi pada usia tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan menerima, merespon, dan daya ingat seseorang terhadap suatu pengetahuan akan berkurang
3)   Sumber Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Soekanto, 2002). Informasi yang diperoleh dari beberapa sumber akan mengetahui tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.
d.   Skala Pengukuran
Skala yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/peringkat pengetahuan dituliskan dalam bentuk persentase menurut Nursalam (2003) yaitu:
1)   Baik        : 75% - 100%
2)   Cukup    : 56% - 74%
3)   Kurang   : < 55%
2.      Perilaku
a.    Pengertian
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri baik dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Robert Kwick, perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dapat dipelajari (Notoatmodjo, 2007).
b.   Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
1)      Faktor Predisposisi (Predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Untuk berperilaku kesehatan, diperlukan pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat perilaku kesehatan tersebut. Disamping itu, kadang kepercayaan akan tradisi masyarakat, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi juga dapat menghambat atau mendorong seseorang untuk berperilaku. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut faktor pemudah.
2)      Faktor Pendukung (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Untuk dapat berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana mendukung atau fasilitas yang memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau pemudah.
3)      Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas kesehatan, termasuk juga undang-undang, peraturan yang terkait dengan kesehatan. Untuk dapat berperilaku sehat positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan.

c.    Proses Perubahan Perilaku
Dalam penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadaptasi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
1)   Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2)   Interest (merasa senang), yaitu orang mulai tertarik terhadap stimulus atau obyek tersebut.
3)   Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden baik.
4)   Trial (mencoba), yaitu orang telah mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki stimulus.
5)   Adaptation (menerima), yaitu subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007)
d.   Skala Pengukuran
Skala yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/peringkat perilaku dituliskan dalam bentuk persentase yaitu:
1)      Bisa menangani            : ≥56%
2)      Tidak bisa menangani   : ≤ 55%

3.        Dismenorea
a.      Pengertian
Dismenorea berasal dari “dys” dan ”menorea”. Dys atau dis adalah awalan yang berarti buruk, salah dan tidak baik. Menorea atau mens atau mensis adalah pelepasan lapisan uterus yang berlangsung setiap bulan berupa darah atau jaringan dan sering disebut dengan haid atau menstruasi (Ramali, 2003).
Menurut Badziad (2003), Dismenorea adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus menerus. Dismenorea timbul akibat kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada perut bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha.
b.      Jenis Dismenorea
Berdasarkan ada tidaknya penyebab yang dapat diamati, Dismenorea dapat dibagi menjadi:
1)   Dismenorea Primer
Dismenorea primer yaitu nyeri haid yang timbul tanpa ada sebab yang dapat diketahui. Dismenorea primer terjadi sejak usia pertama kali datangnya haid yang disebabkan oleh faktor intrisik uterus dan berhubungan erat dengan ketidak seimbangan hormone steroid seks ovarium, yaitu karena produksi hormon prostaglandin yang berlebih pada fase sekresi yang menyebabkan perangsangan pada otot-otot polos endometrium (Badziad, 2003).
2)   Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ genetalia dalam rongga pelvis. Dismenorea ini disebut juga sebagai Dismenorea organik, dapatan (akuisita) atau ekstrik.Kelainan ini dapat timbul setiap saat dalam perjalanan hidup wanita, contohnya pada wanita dengan endometriosis atau penyakit peradangan pelvik, penggunaan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim, dan tumor atau polip yang berada di dalam rahim.Nyeri terasa dua hari atau lebih sebelum menstruasi dan nyeri semakin bertambah hebat pada akhir menstruasi (Liewellyn, 2001).
c.       Derajat Dismenorea
Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Menurut Manuaba (1999), secara siklik Dismenorea dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu:
1)        Dismenorea ringan
Dismenorea yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari.

2)        Dismenorea sedang
Dismenorea ini membuat klien memerlukan obat penghilang rasa nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktivitas.
3)        Dismenorea berat
Dismenorea berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut.
d.      Faktor Penyebab Dismenorea
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebab Dismenorea primer, antara lain:
1)   Faktor kejiwaan
Dismenorea primer banyak dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidak siapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti Dismenorea (Hurlock, 2007).
Kesiapan anak dalam menghadapi masa puber sangat diperlukan. Anak harus mengerti tentang dasar perubahan yang terjadi pada dirinya dan anak-anak sebayanya. Secara psikologis anak perlu dipersiapkan mengenai perubahan fisik dan psikologisnya. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka anak tidak siap sehingga pengalaman akan perubahan tersebut dapat menjadi pengalaman traumatis (Hurlock, 2007).
Pengalaman tidak menyenangkan pada seorang gadis terhadap peristiwa menstruasinya menimbulkan beberapa tingkah laku patologis. Pada umumnya mereka akan diliputi kecemasan sebagai bentuk penolakan pada fungsi fisik dan psikisnya. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka mengakibatkan gangguan menstruasi. Gangguan menstruasi yang banyak dialami adalah kesakitan pada saat menstruasi yang bersifat khas, yaitu nyeri haid atau Dismenorea (Kartono K, 2006).
2)   Faktor konstitusi
Faktor konstitusi erat hubungannya dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya keluhan Dismenorea primer, karena faktor ini menurunkan ketahanan seseorang terhadap rasa nyeri. Faktor ini seperti:
a)      Anemia
Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak dan dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang, termasuk daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri.
b)      Penyakit menahun
Penyakit menahun yang diderita seorang wanita akan menyebabkan tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migraine (Wiknjosastro, 2005).
c)      Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya Dismenorea primer adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis. Akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai penyebab Dismenorea. Banyak wanita menderita Dismenorea hanya karena mengalami stenosis kanalis servikalis tanpa hiperantefleksi posisi uterus. Sebaliknya terdapat wanita tanpa keluhan Dismenorea walaupun ada stenosis kanalis servikalis dan uterus terletak hiperantefleksi (Wiknjosastro, 2005).
3)   Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada Dismenorea primer karena kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin erat hubungannya dengan keadaan tersebut. Dari hasil penelitian Novak dan Reinolds, hormon estrogen merangsang kontraktibilitas sedangkan hormon progesteron menghambatnya. Penjelasan lain dikemukakan oleh Clitheroe dan Piteles, bahwa ketika endometrium dalam fase sekresi akan memproduksi hormon prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot polos. Jika hormon prostaglandin yang diproduksi banyak dan dilepaskan di peredaran darah, maka selain mengakibatkan Dismenorea juga menyebabkan keluhan lain seperti vomitus, nousea dan diarrhea (Carey, 2001).
4)   Faktor pengetahuan
Dalam beberapa penelitian juga disebutkan bahwa Dismenorea yang timbul pada remaja putri merupakan dampak dari kurang pengetahuannya mereka tentang Dismenorea. Terlebih jika mereka tidak mendapatkan informasi tersebut sejak dini.Mereka yang memiliki informasi kurang menganggap bahwa keadaan itu sebagai permasalahan yang dapat menyulitkan mereka. Mereka tidak siap dalam menghadapi menstruasi dan segala hal yang akan dialami oleh remaja putri. Akhirnya kecemasan melanda mereka dan mengakibatkan penurunan terhadap ambang nyeri yang pada akhirnya membuat nyeri haid menjadi lebih berat. Penanganan yang kurang tepat membuat remaja putri selalu mengalaminya setiap siklus menstruasinya (Kartono K, 2006).

e.       Penanganan
Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menangani Dismenorea sehingga menurunkan angka kejadia Dismenorea dan mencegah keadaan Dismenorea tidak bertambah berat, diantaranya:
1)        Relaksasi
Stress timbul bila kita merasa dalam keadaan tegang dan tidak nyaman. Akan tetapi jika kita relaks maka kita menempatkan tubuh pada posisi yang sebaliknya. Tidur dan istirahat yang cukup serta olahraga yang teratur dapat mengurangi stres. Mendengarkan musik, dan menonton televisi juga dapat menolong. Sehingga dengan relaksasi membuat kita bebas dari nyeri haid (Arifin, 2009).
2)        Alternatif Pengobatan
a)      Suhu hangat
Menggunakan bantal penghangat, kompres handuk hangat, atau botol berisi air hangat di perut dan punggung bagian bawah, serta minum-minuman yang hangat dan mandi air hangat juga dapat membantu mengatasi Dismenorea (Arifin, 2009).
b)      Aroma terapi dan pemijatan
Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman pada saat haid (Kelly, 2007).Pijatan yang ringan dapat menurunkan kekejangan otot, meningkatkan sirkulasi, dan menurunkan nyeri (Baughman, 2000).
c)      Obat-obatan
Penggunaan obat analgesik dapat digunakan sebagai terapi simptomatik dan dapat ditemukan di pasaran. Selain itu terapi hormonal dan terapi obat nonsteroid anti prostaglandin dapat diberikan dengan resep dokter dan dibawah pengawasan dokter. Bila ditemukan kelainan anatomis maka harus diberikan pengobatan dan dilakukan tindakan yang sesuai penyakitnya oleh dokter ahli (Wiknjosastro, 2005).
f.       Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Dismenorea dengan Perilaku Penanganan Dismenorea
Menstruasi menyebabkan gangguan psikologis atau fisik. Sesungguhnya mereka mungkin menderita berbagai subtype ketegangan sindrom premenstruasi. Perubahan suasana hati yang paling banyak dirasakan oleh wanita pada masa sebelum menstruasi tersebut datang dan mereda saat menstruasi tiba. Gejala fisik yang nampak misalnya kenaikan berat badan, buah dada yang nyeri, sakit kepala, migrain, pegal dan nyeri, gangguan pada kulit serta nafsu makan yang berlebihan. Gejala psikologis yang muncul misalnya ketegangan, rasa cepat marah, depresi, kelesuan, dan berkurangnya daya konsentrasi (Indriastuti, 2009).
 Berdasarkan kajian teoritis yang ada, salah satu upaya mengurangi nyeri haid sebagai gangguan menstruasi yaitu membiasakan diri dengan perilaku sehat. Perilaku sehat pada saat menstruasi tidak akan terjadi begitu saja, tetapi merupakan sebuah proses yang dipelajari karena individu mengerti dampak positif atau negatif suatu perilaku yang terkait (Indriastuti, 2009).
Perilaku sehat pada saat menstruasi, akan menghindarkan wanita dari kanker rahim, merasa nyaman beraktivitas sehari-hari, percaya diri, bersemangat dan tidak malas-malasan lagi, tidak dijauhi teman karena bau badan amis dan tidak mempercayai mitos yang beredar dimasyarakat karena sudah memahami kebenarannya. Sedangkan apabila perilaku sehat tersebut tidak dilakukan maka remaja putri kurang peduli akan kebersihan alat reproduksinya, tidak menjaga penampilan dan kesehatan sewaktu menstruasi, dapat terkena kanker rahim, keputihan, mengurangi aktivitas saat menstruasi karena malas, kurang percaya diri, percaya akan mitos seputar menstruasi yang beredar di masyarakat (Indriastuti, 2009).
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal akan mempengaruhi sikapnya. Sikap tersebut positif maupun negatif tergantung dari pemahaman individu tentang suatu hal tersebut, sehingga sikap ini selanjutnya akan mendorong individu melakukan perilaku tertentu pada saat dibutuhkan, tetapi kalau sikapnya negatif, justru akan menghindari untuk melakukan perilaku tersebut (Azwar, 2003).
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut (Abin, 2003).
Kondisi kesehatan saat menstruasi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan bahwa, seseorang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup akan cenderung mengabaikan kesehatan dan pada akhirnya ia akan memiliki tindakan yang membahayakan bagi dirinya sendiri. Maka seseorang yang memiliki pengetahuan tentang Dismenorea akan memilih perilaku yang tepat untuk menangani gangguan menstruasi berupa Dismenorea tersebut (Indriastuti, 2009).
Menurut Widayatun (1999), terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak berlangsung lama.